Ini Bukti Baru Bekas Kota Atlantis Ada di Laut Jawa (PULAU BAWEAN)


Benua Atlantis yang hilang di dasar lautan konon katanya memiliki peradaban maju dan modern ternyata berada di Laut Jawa. Pernyataan ini secara mengejutkan diklaim oleh ilmuwan dan peneliti dari Universitas Gajah Mada (UGM), Dhani Irwanto. Melalui bukunya berjudul ”Atlantis The Lost City is in Java Sea,” Dhani mengaku telah melakukan riset selama lima tahun untuk melakukan observasi di kedalaman Laut Jawa.

”Setelah melakukan analisa dan kajian, ternyata ada 60 kesamaan dengan buku ilmuwan besar Plato pada masa sebelum Masehi (SM),” ucap Dhani ketika ditemui di salah satu cafe saat Geosharing 2016 The Ancient Mystery kemarin (6/12).

Menurutnya, dalam buku Plato u disebutkan titik lokasi riset. Pusat peradaban Atlantis terletak perairan Laut Jawa. Buku Plato yang berbahasa Yunani itu menceritakan sebuah negeri peradaban memaparkan bahwa pada pada masa SM pernah ada benua yang memiliki peradaban sangat maju yang kemudian akibat bencana besar benua tersebut hilang didasar bumi.

Dia mencontohkan, beberapa bukti kecocokan paling dekat adalah dari dataran dan saluran air diobyek risetnya. Dataran menunjukan ciri pusat peradaban, jarak ke pegunungan, adanya suku-suku bangsa, danau dan sungai sama dengan yang digambarkan Plato.

Kemudian adanya saluran detil, saluran utama yang mengelilingi dataran, alur sungai beserta arahnya.

Menurut Plato, Pulau Atlantis dimana terdapat pelabuhan dengan pintu masuk yang sempit adalah berada di sebuah laut yang dikelilingi oleh benua tak terbatas. Benua tak terbatas yang dihipotesiskan tersebut adalah Sundaland yang terhubung pada Benua Asia, dan satu-satunya laut yang dikelilinginya pada waktu itu adalah Laut Jawa kuno. Oleh karena itu, penulis membuat hipotesis bahwa Pulau Atlantis terletak di Laut Jawa.

Pulau Atlantis, di mana terdapat sebuah bukit di tengahnya, adalah sebuah pulau yang terletak di dekat sebuah daratan yang teridientifikasi dari model grid elevasi digital, dimana muka air laut adalah sekitar 60 meter dibawah permukaan air laut saat ini, seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah. Seperti terlihat pada peta, pulau tersebut terletak didalam selat. Terlihat ada dataran yang relatif datar di sebelah utaranya; sebagian adalah merupakan Pulau Kalimantan bagian selatan. "Laut nyata" yang berada di sekitar pulau seperti diungkapkan oleh Plato adalah Laut Jawa kuno yang berupa sebuah teluk dengan bentuk pintu masuk berupa selat.

Komentar Crantor seperti dikutip oleh Proclus tentang dialognya Plato menyebutkan bahwa  "… menurut mereka, ada tujuh pulau di laut tersebut pada waktu itu ..." dan "... dalam kisaran seribu stadia [185 km]; ... ". Hal ini adalah kira-kira cocok dalam menggambarkan geografi wilayah di Laut Jawa pada masa itu. Meskipun jumlah pulau seperti yang terlihat pada peta tidak persis sama karena proses sedimentasi, penggerusan, pergerakan pantai, pelarutan kapur dan pergerakan tektonik yang tidak diketahui selama 11.600 tahun terakhir, serta penulis membuang pulau-pulau yang kecil, geografi daerah tersebut secara umum adalah cocok. Pernyataan "dalam kisaran seribu stadia [185 km]" secara umum juga cocok. Salah satu pulau tersebut diidentifikasi sebagai Pulau Bawean.

Penulis merekonstruksi Kota Atlantis berdasarkan deskripsi Plato, seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah. Lokasi ini diidentifikasi oleh para pelaut sebagai Gosong Gia atau Annie Florence Reef, sebuah terumbu karang kecil dan muncul ke permukaan pada saat muka air laut surut.

Keterangan Plato bahwa "… mereka memiliki air mancur, salah satu dingin dan yang lain panas, mengalir di banyak tempat; diagungkan dan digunakan untuk tujuan kenikmatan dan merupakan keunggulan dari sumber air mereka …" adalah cocok. Pulau Bawean yang terletak di Laut Jawa merupakan prototipe dari Pulau Atlantis karena memiliki lingkungan, formasi geologi dan proses tektonik yang sama, serta terletak dekat dengan Pulau Atlantis. Pulau Bawean dan Atlantis keduanya terletak di Busur Bawean, terbentuk di Masa Paleogen dan Neogen melalui proses tektonik yang disebabkan oleh patahan ekstensional di Laut Jawa yang memisahkan Jawa dan Kalimantan. Terdapat beberapa sumber air panas dan dingin di pulau tersebut yang dihasilkan oleh kegiatan tektonik di wilayah itu.

Keterangan bahwa "… batu yang digunakan dalam karya mereka digali dari bawah pulau tengah, dan dari bawah zona daratan, di luar serta bagian dalam, satu jenis putih, yang lain hitam, dan yang ketiga merah, dan sewaktu digali, pada saat yang sama dilubangi untuk dermaga ganda, memiliki atap terbentuk dari batuan alami …" juga cocok. Batu berwarna putih, hitam dan merah yang disebutkan oleh Plato rupanya mirip dengan batuan beku yang terdapat di Pulau Bawean dengan warna putih (asam), hitam/abu-abu (basa) dan merah (oksida besi), dikenal antara lain dari jenis-jenis Leucite, Phonolite, Trachyte dan Onix. Batuan beku seperti yang di Pulau Bawean adalah keras dan kuat sehingga memiliki kekuatan alam yang cukup untuk berdiri sebagai atap dermaga ganda.

Kedalaman Laut Jawa pada masa Atlantis (11.600 tahun sebelum sekarang) adalah sekitar 20 – 30 meter sehingga cukup memungkinkan untuk navigasi kapal-kapal besar.

Penulis buku Atlantis Kota yang hilang di laut Jawa, Dhani Irwanto, mengungkapkan sejumlah kemiripan antara Kota Atlantis dengan Pulau Bawean. Kajiannya itu berdasarkan petunjuk dari tulisan Plato, filsuf Yunani.

Hal itu disampaikan oleh Dhani dalam forum diskusi bersama yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Penaber, Desa Sukaoneng, Kecamatan Tambak Bawean, Kabupaten Gresik, Selasa (22/8/2017).

Dalam kesempatan itu, Ahli Hidrologist Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta itu menyampaikan keterkaitan antara Atlantis dengan Pulau Bawean. Dia menilai Bawean erat kaitannya dengan Atlantis.

Bahkan, menurut dia, Pulau Bawean dapat dikatakan kembaran Kota Altantis yang hilang karena terdapat busur geologi yang membentang dari gunung Muria ke laut Jawa menuju Bawean, terus ke Atlantis hingga ke gunung Meratus di Kalimantan.

“Terdapat busur geologi atau gundukan yang menghubungakan Bawean dengan lokasi Atlantis,” jelas Dhani.

Lebih lanjut Dhani memeparkan, dalam tulisan Plato dijelaskan secara gamblang bahwa di Pulau Atlantis ada tiga jenis bebatuan yang juga terdapat di Pulau Bawean, yaitu batu asam yang berwarna putih, batu basah yang berwarna hitam dan batu oksida besi berwarna merah.

Selain itu, menurut Dhani, dalam tulisan Plato juga dijelaskan bahwa di Pulau Atlantis itu terdapat sebuah galangan kapal yang terbuat dari batu yang dilubangi. Kemudian, atap galangan kapal tersebut juga terbuat dari batu.

Dhani menambahkan, untuk membuat galangan kapal seperti itu dibutuhkan jenis bebatuan yang kuat. Jenis batuan yang dimaksud Plato dikatakan punya kemiripan dengan bebatuan di pantai Tajung Gaang, Kumalasa, Sangkapura Bawean, Gresik.

Sampai saat ini, Dhani Irwanto telah mengumpulkan sejumlah bukti tentang kota legenda itu di Laut Jawa. Kajiannya yang telah dibukukan itu dibuat berdasarkan petunjuk tulisan Plato, filsuf Yunani, yang juga mencatat keberadaan Atlantis pada 360 tahun sebelum Masehi.

Bukti tersebut, antara lain, ditemukan di Pulau Bawean yang, dinilai Dhani, merupakan purwarupa Atlantis.

Salah seorang peneliti bekas Kota Atlantis di Indonesia, Dhani Irwanto, 53 tahun, mengumpulkan sedikitnya 60 bukti tentang kota legenda itu di Laut Jawa. Kajiannya yang telah dibukukan itu dibuat berdasarkan petunjuk tulisan Plato, filsuf Yunani, yang juga mencatat keberadaan Atlantis secara rinci pada 360 tahun sebelum Masehi. Bukti tersebut, antara lain, ditemukan di Pulau Bawean yang, dinilai Dhani, merupakan purwarupa Atlantis.

Bukti yang pertama ditelusuri, kata Dhani, yakni dataran dan saluran. Luas dataran Atlantis pada 11.600 tahun lebih silam itu adalah 555 x 375 kilometer persegi. Berbentuk seperti selongsong peluru, ada pegunungan di bagian utara Atlantis serta laut di bagian selatan. “Lokasinya yang cocok dengan kondisi sekarang itu di wilayah Kalimantan Tengah,” ujarnya saat berdiskusi tentang misteri kuno di Lawang Wangi, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Selasa, 2 Desember 2015.

Atlantis disebutkan Plato punya empat saluran air utama yang mengelilingi dataran. Kemudian ada saluran terusan untuk transportasi sehingga antarsungai terhubung serta saluran irigasi pasang-surut. “Pulau Bawean dekat dengan lokasi hipotesis saya. Jarak antara lokasi dan Pulau Bawean adalah 150 kilometer. Di Pulau Bawean juga ditemukan batu merah, hitam, dan putih, seperti cerita Plato,” kata insinyur teknik sipil Universitas Gadjah Mada lulusan 1987 itu.

Kecocokan lain dari gambaran Plato di antaranya Atlantis punya dua musim dan cenderung hangat setiap tahun, tumbuhan, makanan, dan budaya. Atlantis, kata Dhani, tenggelam 11.600 tahun lampau. Lokasi dugaannya kini di sebelah timur laut Pulau Bawean dan tertutup terumbu karang sedalam 50 meter. “Tenggelam karena gempa dan tsunami serta terjadinya kenaikan permukaan air laut,” ujarnya.

Teori baru soal keberadaan Atlantis di Laut Jawa itu, kata Dhani, setelah ia membaca buku Arysio Santos tentang Atlantis yang berada di Indonesia. Ia sendiri mengaku belum membuktikan langsung keberadaan langsung Atlantis di bawah Laut Jawa itu karena kondisi lautnya yang cukup ganas. Jika benar Atlantis ada di sekitar Pulau Bawean, kata Dhani, temuan tersebut menjadi bukti bahwa bangsa Indonesia merupakan negara yang besar dan maju.

Penelitian lima tahun yang dilakukan Dhani Irwanto menguak temuan baru. Peneliti yang jug pakar hidrologi tersebut berani mengklaim bahwa Benua Atlantis yang hidup 11 ribu tahun lalu, terletak di Indonesia, tepatnya di Kalimantan bagian selatan dan Laut jawa.

Berdasarkan temuan data di lapangan, menggunakan pendekatan gambar geografi, iklim, tata letak dataran dan kota, hidrolika sungai, dan saluran, hasil bumi, struktur sosial, adat istiadat, mitologi, dan kehancurannya terinci, termasuk dimensi dan orientasinya, kata Dhani, Atlantis memang berada di Indonesia.

Hal itu mengacu pada cerita filsuf Yunani, Plato dalam Timaeus and Critias. Memang ia bukan yang pertama menebak Benua Atlantis berada di Indonesia. Sebelumnya, peneliti asal Brasil, Arysio Nunes dos Santos sudah menulis buku bahwa Atlantis berada di Indonesia.

Hanya saja, kata Dhani, profesor yang sudah meninggal itu belum memprediksi secara tepat lokasi Atlantis. "Di Kalimantan bagian selatan, tepatnya pada kemiringan satu derajat turun dari Pulau Kalimantan hingga Laut Jawa. Pulau Bawean adalah model dari Atlantis, yang memilki lingkungan, formasi geologi dan kegiatan tektokni yang sama," katanya Dhani, Rabu (29/4).

Untuk membuktikan temuannya, ia merangkum argumen ilmiah tersebut dalam buku berjudul Atlantis: The Lost City is in Java Sea. Saat ini, buku tersebut baru diterbitkan dalam edisi bahasa Inggris. "Dua bulan lagi edisi bahasa Indonesia akan diterbitkan. Buku ini sudah bisa dipesan di situs Amazon," ujarnya.

Dhani mengutip kisah Plato yang menyebut Atlantis adalah dataran rata dan halus, serta turun menuju laut. Selain itu, Plato menyebut Benua Atlantis berupa dataran yang dikeliling pengunungan yang indah besar dan kecil, yang identik dengan Pegunungan Muller Schwaner dan Meratus.

Data lainnya, pulau legendaris tersebut disebutkan menghadap ke selatan dan terlindung di sebelah utara. Atlantis berbentuk persegi dan lonjong sepanjang sekira 555 kilometer dan lebarnya 370 kilometer. Dari gambaran Plato, lanjut Dhani, terungkap tanah subur, rakyat makmur, banyak sungai, dan banyak padang rumput.

Dhani menjelaskan, saluran air yang diceritakan oleh Plato merupakan sungai-sungai yang berasal dari Pegunungan Muller Schaner dan Meratus. Ketika itu, Pulau Jawa, Sumatra, dan Kalimantan masih bersatu, dan belum terpisahkan akibat naiknya air laut.

Dia berpendapat, Atlantis merupakan pulau yang terletak di atas Pulau Bawean, yang kemudian tenggelam oleh gempa dan tsunami. Hanya saja, Plato saat itu menyebut banjir lantaran tidak mengenal istilah tsunami. Dhani melanjutkan, sungai menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Atlantis yang kaya.

Bawean yang masuk Kabupaten Gresik adalah model dari Atlantis, yang memilki lingkungan, formasi geologi dan kegiatan tektonik yang sama. Pulau Bawean dan Atlantis, terbentuk di masa Paleogen dan Neogen melalui proses tektoknik yang disebabkan oleh patahan ekstensional di Laut Jawa dan Kalimantan.

"Plato menyebut Atlantis terletak dalam sebuah selat yang mempunyai pelabuhan. Itu berada di Laut Jawa. Atlantis tenggelam 60 meter di bawah laut," katanya. Dia melanjutkan, Pulau Bawean terdiri 85 persen batuan beku. Batuan berwarna putih (asam), hitam (basa), dan merah (oksida besi) juga dijelaskan Plato.

Hanya saja, lanjut Dhani, penelitiannya mendapat tentangan dari peneliti luar. Dia mengungkapkannya setelah berdebat dalam sebuah forum yang khusus membahas masalah keberadaan Atlantis. Menurut argumen peneliti Barat, menurut dia, Atlantis tidak mungkin ada di Indonesia.

"Pertama, Atlantis itu ada di Samudra Atlantik. Kedua, mereka alergi membawa kata Plato dalam menemukan Atlantis. Saya mendapat serangan-serangan di forum. Mereka menganggap Atlantis itu milik mereka," kata Dhani.

ANWAR SISWADI







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kesalahan Strategis Jepang dalam Pertempuran Midway

Akhir Dari Kapal Yamato Jepang Dalam Perang Dunia 2